Membaca Itu Melelahkan

Ada yang membaca buku karena hobi sekedar mengisi waktu kosong, ada yang karena target pribadi, ada pula yang karena disuruh gurunya.

Tapi yang terbaik menurut saya adalah karena ada pertanyaan di dalam kepalanya.

Munculnya pertanyaan adalah tanda bahwa pikiran kita bekerja. Saat pikiran berusaha mencari jawaban, ia akan mencari jalan. Salah satunya adalah dengan membaca buku. Bukan satu yang dibaca, tapi beberapa buku. Juga artikel. Serta video.

Setelah membaca beragam jawaban, otak kita akan mulai menghubungkan. Proses ini disebut sintesis. Kondisi ini akan menjadi titik equilibrium baru terhadap pemahaman kita.

Rasa “paham” inilah yang menjadi candu. Terus menagih. Lagi dan lagi.

Oleh sebab itu, saat seseorang berhenti memunculkan pertanyaan di dalam kepalanya, maka bisa ditebak pasti akan sangat sulit orang itu bisa membangun kebiasaan membaca buku.

“Mas, saya nggak ada pertanyaan lagi, cukup menikmati saja apa yang ada..”

Ya berarti sampai kapanpun tidak perlu membaca buku.

Btw, derajat membaca buku dalam menggali informasi berada pada derajat kesulitan yang paling tinggi. Yang paling mudah: nonton video. Anda bengong sambil ngiler pun, video bisa jalan terus tanpa memedulikan Anda lagi ngantuk atau mumet.

Video makin kesini juga tetap berat. Akhirnya video dipendekin lagi, jadi 15 detik. Saking terbiasanya otak manusia zaman sekarang (termasuk saya) untuk mager. Diem bengong scrolling, tau-tau udah habis 3 jam nonton ratusan/ribuan video pendek yang nggak ada intinya.

Padahal 3 jam yang sama, bisa habis 50% buku itu. Pasti bukunya amat sangat captivating kalo bisa straight 3 jam tanpa putus.

Absurd ya 😀

Membaca buku itu melelahkan. Bohong kalau ada yang bilang sebaliknya. Cuma rasa penasaran yang bisa melawan rasa lelah.

Selamat membaca.

Scroll to Top